Liputan6.com, Jakarta Tidak sedikit orang mengalami gatal-gatal setelah mengenakan pakaian baru, bahkan tanpa riwayat alergi sebelumnya. Gejala ini sering kali dianggap sepele, padahal bisa jadi tanda awal reaksi tubuh terhadap bahan kimia atau material tertentu dalam pakaian.
Penelitian menunjukkan bahwa gatal setelah memakai pakaian baru bisa disebabkan oleh banyak faktor, mulai dari kandungan formaldehida, jenis bahan kain, hingga kondisi kulit seseorang. Jika dibiarkan, kondisi ini bisa berkembang menjadi dermatitis kontak atau bahkan infeksi kulit.
Apa sebenarnya yang menyebabkan kulit terasa gatal setelah mengenakan baju baru? Artikel ini membedah lima penyebab utama secara ilmiah, dirangkum Liputan6, Selasa (5/8).
1. Adanya Kandungan Kimia Formaldehida agar Baju Tak Kusut saat Didisplay di Toko
Dikutip dari Jurnal Riset Sains dan Kimia Terapan berjudul Penentuan Kadar Formaldehida pada Baju Bayi dengan Metode Ekstraksi Air menggunakan Spektrofotometri Uv-Vis Sesuai SNI ISO 14184-1:2015 oleh Evi Retnaningsih dan Helzi Angelina, penyebab utama rasa gatal setelah memakai pakaian baru adalah kandungan zat kimia seperti formaldehida.
Zat ini digunakan untuk berbagai industri, mulai dari industri tekstil sampai pembunuh hama (disinfektan). Kehadirannya memiliki fungsi untuk membunuh bakteri, termasuk mencegah pakaian kusut saat dipajang di toko. Namun, formaldehida tergolong iritan dan dapat menimbulkan reaksi alergi pada kulit. Selain formaldehida, proses pewarnaan dan pelapisan kain juga menggunakan senyawa kimia seperti disperse dyes dan phenylenediamine, yang dapat memicu dermatitis kontak pada individu sensitif.
"Formaldehida adalah alergen kimia standar yang dapat menyebabkan radang kulit akibat kontak dengan zat yang memicu reaksi alergi pada kulit," tulis jurnal tersebut.
Adapun agar tidak terjadi dampak pada kulit, Anda bisa mencuci pakaian baru sebelum digunakan untuk menghilangkan sisa zat kimia tersebut. Gunakan detergen bebas pewangi dan hindari pelembut pakaian berparfum tajam.
2. Reaksi Antibodi Tubuh Terhadap Zat Asing di Kain
Tubuh manusia memiliki sistem imun yang peka terhadap benda asing. Ketika mengenakan pakaian baru, sistem imun bisa mengidentifikasi zat kimia atau bahan sintetis pada pakaian sebagai ancaman. Ini memicu reaksi imunologis berupa pelepasan histamin yang menyebabkan peradangan kulit. Dalam istilah medis, kondisi ini disebut sebagai dermatitis kontak alergi.
Sumber dari KlikDokter menyebutkan bahwa antibodi tubuh merespons zat seperti lateks, nikel (pada kancing atau resleting), dan pewarna tekstil dengan membentuk gejala alergi. Biasanya, tubuh atau kuli yang terpapar, langsung menimbulkan ruam dan gatal, terutama di bagian yang banyak bersentuhan dengan kain, seperti punggung, leher, dan paha. Reaksi ini biasanya terjadi dalam beberapa jam atau hari setelah pemakaian.
Agar kondisi tersebut tidak terjadi, gunakan pakaian berbahan alami seperti katun atau linen, dan hindari aksesori logam yang langsung menyentuh kulit.
3. Bahan Kain Tertentu Memicu Iritasi pada Kulit Sensitif
Penelitian dari UGM berjudul Efek Bahan Tekstil Terhadap Timbulnya Rasa Gatal Pada Penderita Dermatitis Atopik (DA) Berdasarkan Skor Visual Analogue Scale (VAS) oleh Elliana W, Dr.dr. Niken Indrastuti, Sp.KK(K).; Dr. Devi Artami Susetiati, M.Sc., Sp.KK(K) menyebutkan bahwa bahwa jenis kain memengaruhi tingkat rasa gatal.
Studi tersebut dilakukan pada penderita dermatitis atopik dan ditemukan fakta bahwa kain berbahan wool dan poliester memberikan skor gatal tertinggi. Katun dan sutra paling aman dan tidak menimbulkan reaksi signifikan. Pada pengujian selama 2 dan 6 jam, wool menyebabkan peningkatan rasa gatal hingga tiga kali lipat dibanding katun. Ini terjadi karena serat wool cenderung kasar dan menahan panas, sehingga memperparah iritasi.
"Pada pemakaian 2 jam dan 6 jam didapatkan peningkatan skor gatal pada wool dan poliester. Penderita DA dianjurkan untuk menghindari pemakaian bahan wool karena paling menyebabkan rasa gatal," tulis studi.
4. Pakaian Baru Bisa Mengandung Debu dan Kotoran Mikro
Selain zat kimia, pakaian baru juga berpotensi menyimpan kotoran mikro, seperti debu, sisa pewarna, dan bahkan partikel dari proses produksi yang tidak terlihat. Jika pakaian tersebut tidak dicuci sebelum dipakai, kulit dapat terpapar langsung oleh bahan-bahan tersebut. Akibatnya, muncul gatal lokal, kemerahan, atau sensasi terbakar ringan.
Hal ini diperparah jika proses pencucian tidak membilas detergen secara sempurna, sehingga meninggalkan residu kimia pada kain yang kemudian menyebabkan iritasi. Sehingga, sangat disarankan untuk mencuci pakaian baru minimal 1–2 kali sebelum digunakan. Pastikan proses pembilasan tuntas dan hindari penggunaan pelembut pakaian yang mengandung pewangi kimia.