Tokyo (ANTARA) - Junta militer yang berkuasa di Myanmar pada Kamis mencabut status darurat yang telah diberlakukan negara tersebut selama empat setengah tahun.
Langkah tersebut diwajibkan agar dapat menyelenggarakan pemilu umum yang rencananya akan diselenggarakan dalam beberapa bulan mendatang, di tengah perang sipil yang masih berlangsung.
Sejak kudeta pada 1 Februari 2021 yang menggulingkan pemerintahan terpilih yang dipimpin Aung San Suu Kyi, junta telah berulang kali memperpanjang status darurat akibat konflik berkepanjangan antara militer dan pasukan oposisi, yang terdiri dari warga pro-demokrasi bersenjata dan kelompok milisi dari etnis minoritas.
“Negara perlu bergerak menuju sistem demokrasi multipartai,” kata juru bicara militer Zaw Min Tun dalam rekaman audio yang dirilis kepada wartawan.
Pernyataan tersebut disampaikan Tun setelah Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional —badan pengambil keputusan tertinggi di Myanmar yang mencakup pemimpin junta Jenderal Senior Min Aung Hlaing— memutuskan untuk mencabut status darurat.
Kendati demikian, militer secara efektif akan mengecualikan partai Suu Kyi, yang masih berada dalam tahanan, dari pemilihan umum mendatang. Partainya, National League for Democracy (NLD), meraih kemenangan telak dalam pemilu tahun 2020, namun dibubarkan oleh komisi pemilu yang ditunjuk junta pada tahun 2023.
Sumber: Kyodo-OANA
Baca juga: Myanmar tawarkan amnesti dan uang tunai untuk kelompok pemberontak
Baca juga: ASEAN sampaikan perhatian atas krisis Myanmar
Penerjemah: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Arie Novarina
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.