
Belakangan ini, lari bukan lagi sekadar olahraga yang dipilih untuk menyehatkan tubuh, tapi juga menjadi tren yang dikaitkan dengan proses healing. Nggak sedikit konten di media sosial yang nunjukkin orang-orang mulai lari karena patah hati.
Beberapa lainnya juga memilih lari karena stres menghadapi dunia pendidikan atau pekerjaan. Pelari-pelari galau itu seperti menganggap “lari di lintasan” sama dengan “kabur dari kehidupan”. Intinya, mereka memandang lari sebagai obat stres yang murah dan simpel.
Tapi apakah lari sebagai metode healing emang beneran ngefek? Atau ini cuma gimmick untuk konten self healing pasca patah hati atau stres yang diunggah di media sosial?
Lari sebagai Metode Healing, Efektifkah?

Anggapan bahwa lari adalah metode self healing telah diamini banyak orang. Salah satunya Bambang Yulianto, seorang personal trainer yang kerap disapa Mas Bams. Ia bercerita bahwa dirinya sengaja membangun rutinitas lari setiap pagi agar lebih semangat menjalani hari.
“Saya rutinnya lari pagi selepas subuh, jam 5 pagi. Jadi setelah lari, penat dan stres sedikit hilang dan lebih fresh untuk memulai hari,” ceritanya.
Bukan cuma Mas Bams yang jadikan lari sebagai bentuk self healing. Widi, captain komunitas teman kumparan Running Club, juga melakukan hal serupa. Baginya, lari membantu pikirannya jadi lebih tenang.
Selain itu, Captain Widi juga menganggap lari sebagai momen me time yang sederhana tapi dampaknya signifikan untuk tubuh. Kadang-kadang, manusia memang butuh me time sejenak untuk recharge energi lagi. Dengan begitu, mereka bisa lebih happy dan semangat beraktivitas.
“Lari dapat menenangkan pikiran, memberikan waktu me time yang sederhana tapi powerful, pelampiasan sehat dengan meredam segala emosi,” ucap Captain Widi.
Rekannya, Captain Yaman, juga setuju bahwa lari adalah bentuk self healing yang efektif, bukan cuma gimmick untuk konten media sosial. Sejak pertama kali menjajal lintasan, Captain Yaman bahkan sudah tahu bahwa lari telah terbukti secara ilmiah bisa meredakan stres.

“Pada saat lari, tubuh kita mengeluarkan endorfin yang salah satu fungsinya untuk melepaskan stres, yang akan berdampak pada perasaan bahagia atau euforia,” terang Captain Yaman.
Iya, penjelasan Captain Yaman tepat, kok. Dalam laman Hopkins Medicine disebutkan bahwa hormon endorfin memang muncul setelah seseorang berolahraga intens seperti lari jarak jauh.
Namun dalam banyak kasus, sebenarnya perasaan ringan dan happy setelah lari lebih kemungkinannya dipengaruhi oleh endocannabinoid, zat biokimia yang mirip dengan ganja, tetapi diproduksi secara alami oleh tubuh.
Tidak seperti endorfin, endocannabinoid dapat bergerak dengan mudah melewati penghalang yang memisahkan aliran darah dari otak. Alhasil, muncul efek psikoaktif jangka pendek pada tubuh. Efeknya berupa perasaan lebih tenang dan tidak cemas.
Kesimpulannya, lari memang efektif untuk meredakan stres dan meningkatkan kesehatan mental. Jadi, kalau kamu lagi galau karena kehidupan atau pasangan, mungkin ini waktunya mengikat tali sepatu dan menjajal lintasan lari!
Ayo gabung komunitas teman kumparan Running Club untuk info event Fun Run terdekat di http://kum.pr/running