PRESIDEN Prabowo Subianto mengumumkan kenaikan anggaran program makan bergizi gratis pada 2026. Kepala Negara akan mengalokasikan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sebesar Rp 335 triliun untuk program prioritasnya itu.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
"Anggaran untuk MBG tahun 2026 kami alokasikan sebesar Rp 335 triliun," ujar Prabowo saat membacakan nota keuangan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Jumat, 15 Agustus 2025.
Sebelumnya, pemerintah menetapkan pagu indikatif anggaran Badan Gizi Nasional yang mengelola MBG sebesar Rp 217,86 triliun pada 2026. Sehingga alokasi anggaran MBG untuk tahun depan naik sekitar 53,78 persen.
Menurut Prabowo, alokasi anggaran itu ditujukan untuk 82,9 juta penerima manfaat MBG yang terdiri dari siswa, ibu hamil, dan balita melalui satuan pelayanan pemenuhan gizi. "Kita bangun generasi unggul anak-anak kita melalui MBG. Generasi unggul lahir dari tubuh yang sehat dengan gizi yang terpenuhi," kata Ketua Umum Partai Gerindra itu.
Prabowo mengklaim penyaluran MBG bisa secepatnya menghilangkan stunting dan memberikan efek positif berantai ke masyarakat. "Menciptakan ratusan ribu lapangan pekerjaan baru dan memberdayakan di lahan petani, nelayan, peternak dan pelaku- pelaku UMKM," kata dia.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, pemerintah awalnya mengalokasikan Rp 71 triliun untuk MBG, lalu menambah Rp 100 triliun, sehingga total dana yang dikelola BGN mencapai Rp 171 triliun.
Dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2026, pemerintah mengusulkan BGN mengelola Rp 217,86 triliun. Dari total tersebut, Rp 7,45 triliun dialokasikan untuk dukungan manajemen, sedangkan Rp 210,4 triliun digunakan untuk program pemenuhan gizi nasional.
Dengan angka tersebut, BGN melampaui Kementerian Pertahanan yang diajukan Rp 167,4 triliun. Di bawahnya, Kepolisian mendapat Rp 109,6 triliun, Kementerian Kesehatan Rp 104,3 triliun, dan Kementerian Sosial Rp 76 triliun.
Ilona Estherina dan Alfitria Nefi berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Aliansi Keterbukaan Sejarah Desak Pemerintah Cabut Penulisan Ulang Sejarah