REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Saren Veronica (27 tahun) merupakan salah satu mahasiswa program studi MSc in Human Capital Management and Analytics di National University of Singapore (NUS) Business School. Mahasiswa asal Indonesia itu merupakan salah satu penerima beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) di Singapura.
Saren yang merupakan lulusan Universitas Trisakti itu mengaku sengaja memilih beasiswa LPDP untuk melanjutkan studinya. Sebab, beasiswa yang berasal dari Pemerintah Indonesia itu merupakan salah satu yang memberikan keuntungan paling besar dibandingkan beasiswa lainnya.
"Karena dibanding beasiswa lain, jujur aja (LPDP) itu lebih besar. Uangnya lebih besar, benefitnya lebih besar bulanannya," kata dia, di Singapura, Rabu (13/8/2025).
Tak hanya itu, Saren menilai, penerima beasiswa LPDP memiliki jaringan tersendiri yang bernama Mata Garuda. Jaringan itu menjadi nilai tambah tersendiri untuk membangun relasi dengan berbagai penerima LPDP dan para alumni, yang notebene menimba ilmu di berbagai universitas terkemuka di dunia.
"Jadi kami diberikan carrier opportunity yang memang eksklusif untuk alumni LPDP. Jadi itu suatu added value," ujar dia.
Perempuan lulusan Trisakti School of Management itu mengaku tidak langsung berhasil untuk mendapatkan beasiswa LPDP. Ia mengungkapkan, dirinya pernah gagal saat kali pertama mencoba mendapatkan beasiswa LPDP pada 2024.
Ketika itu, Saren mencoba memperoleh beasiswa LPDP untuk melanjutkan studi di King's College London, Inggris. Ia mengaku telah menyiapkan berbagai hal agar bisa mendapatkan beasiswa tersebut. Namun, ia dinyatakan gagal pada tahap wawancara.
Kendati demikian, perempuan yang lulus sarjana pada 2019 itu tetap menyimpan keinginan untuk melanjutkan studi ke luar negeri. Ia bahkan mencari jejaring mahasiswa yang kuliah menggunakan beasiswa LPDP untuk mendapatkan tips, termasuk berlatih untuk wawancara dengan mereka. Tidak hanya satu kali, melainkan hingga 10 kali. Berkat berbagai ikhtiar itu, Saren akhirnya berhasil mendapatkan beasiswa LPDP untuk kuliah di NUS Business School.
"Aku banyak banget mentoring, dan juga dilatih mock-up interview, itu yang sangat membantu aku untuk lebih lancar dan lebih mengerti apa yang dicari sama interviewer LPDP," kata dia.
Menurut dia, salah satu hal yang harus dipersiapkan ketika hendak mendapatkan beasiswa LPDP adalah esai. Ia menilai, banyak orang kerap menggampangkan esai, lantaran tahapan itu mudah untuk lulus. Padahal, esai akan menjadi menjadi bahan dalam proses wawancara.
Karena itu, ia memberikan saran agar pencari beasiswa LPDP tidak boleh asal ketika membuat esai. Pembuatan esai mesti benar-benar direncanakan dengan matang. Pasalnya, esai itu nantinya yang akan diminta pertanggungjawabannya ketika proses wawancara dilakukan.
"Apa yang ditulis itu kalau bisa apa yang kita memang benar-benar mungkin ada passion ya untuk ngomonginnya. Jadi ketika diomongin, ketika wawancara tuh kita bisa mempertahankan ide dan juga kontribusi kita, apa yang kita harapkan, akan kita lakukan ketika kita kembali ke Indonesia, bisa dipertahankan dengan baik," kata dia.
Saren sendiri menuliskan keinginannya untuk menjadi pemimpin HR yang menggunakan data dalam esai untuk memperoleh beasiswa LPDP. Esai itu dituliskan sesuai dengan program studi yang hendak dipilihnya di NUS Business School, yang dikenal banyak menggunakan data dan analitik.
Bertahan dengan beasiswa
Program beasiswa yang diberikan kepada Saren merupakan hasil kolaborasi antara LPDP dan NUS Business School. Dalam program itu, NUS Business School menanggung biaya perkuliahan selama satu tahun dan LPDP menanggung biaya kebutuhan hidup selama menjalani masa pendidikan.
"Sebenernya bundling ini, biaya hidup kita dari LPDP, biaya sekolah NUS yang memberikan beasiswa," kata Saren, yang sempat bekerja di perusahaan asal Cina setelah lulus sarjana.
Untuk biaya pendidikan, Saren mendapatkan beasiswa penuh sebesar hampir 8.000 dolar Singapura. Angka itu dinilai telah menanggung seluruh pembiayaan kuliah program studi MSc in Human Capital Management and Analytics di NUS Business School.
Sementara untuk biaya hidup, Saren mendapatkan jatah senilai 2.300 dolar Singapura setiap bulannya. Angka itu dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya selama di Singapura, mulai dari tempat tinggal, makan, hingga biaya sosial.
Saren sendiri mengaku harus merogoh kocek sebesar 1.200 dolar Singapura untuk biaya sewa tempat tinggal satu bulan selama kuliah di Negeri Singa itu. Tempat tinggal itu bukan merupakan tempat tingga yang standar, yaitu kamar dengan luasan sekitar 3x4 meter. Lokasinya pun tidak terlalu dekat dengan kampus, melainkan sekitar 20 menit waktu tempuh.
Karena itu, ia pun harus harus menyiapkan biaya transportasi selama kuliah di NUS Business School. Menurut dia, setidaknya biaya transportasi yang dibutuhkan dalam satu bulan adalah 100 dolar Singapura.
Sementara untuk kebutuhan makan, Saren mau tidak mau harus membelinya di luar. Pasalnya, rata-rata kamar sewa di Singapura tidak memperbolehkan penghuni untuk memasak di dalamnya.
Meski begitu, Saren menilai, biaya untuk kebutuhan makan masih tercukupi oleh uang saku yang diberikan LPDP. Asalkan, makannya hanya dari kantin kampus. Ia mencontohkan, biaya untuk sekali makan di kantin biasanya sekitar 6 dolar Singapura, dengan lauk ayam dan nasi.
"Kantin itu menurut saya udah makanan paling murah di Singapura, tapi kalau makan di luar itu lebih mahal, apalagi kalau makan di restoran terus. Kalau untuk makan sebulan kurang lebih sekitar 600," kata dia.
Sementara sisanya, akan digunakan sebagai biaya sosial selama melanjutkan studi di Singapura. Setidaknya, biaya sosial yang dialokasikannya dalam sebulan berkisar 200 dolar Singapura. "(Harus hemat) dengan budget LPDP gitu ya," ujar dia.
Adaptasi budaya