Jakarta (ANTARA) - Sebanyak 42 warga pemilik ruko Marinatama di Kelurahan/Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara, mengajukan gugatan pembatalan Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 477 di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Cakung, Jakarta Timur.
Kuasa hukum warga pemilik ruko, Subali dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, mengatakan, gugatan ke PTUN Jakarta tersebut diawali saat para warga itu telah membeli ruko pada tahun 1997 dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) kepada PT Wisma Benhil (WB).
Namun di tengah bergulirnya waktu, tiba-tiba pada tahun 2001 Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Utara menerbitkan SHP Nomor 477.
"Tentu saja ini membuat para warga pemilik ruko tersebut menjadi khawatir. Padahal, setelah warga menandatangani PPJB, WB menjanjikan akan menerbitkan Sertifikat Hak Guna Bangun (SHGB)," ujarnya.
Namun, sampai saat ini apa yang dijanjikan kepada pemilik ruko tersebut hanya hiasan semata. Terbukti dari tahun 1997 hingga sekarang sertifikat HGB belum juga diterbitkan.
"Bahkan, saat ini ruko tersebut dikelola oleh koperasi di salah satu institusi ," katanya.
Baca juga: Sertifikat HGB tak keluar, warga Mangga Dua gugat BPN Jakut ke PTUN
Tak hanya itu, warga dituntut untuk membayar sewa perpanjangan dengan nilai harga yang tidak masuk akal mencapai Rp300 juta per tahun, namun mendapat potongan (diskon) 50 persen sehingga membayar Rp150 juta.
Dia menilai terbitnya SHP itu bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah Negara.
"Menurut saya penerbitan SHP bertentangan dengan PP Nomor 8 Tahun 1953. Kalaupun mau diterbitkan BPN, berupa hak pengelolaan lahan (HPL)," katanya.
Salah satu warga, Wisnu mengatakan, dirinya beserta warga yang lainnya sangat keberatan dengan perpanjangan sewa yang tidak masuk akal melalui surat edaran dari koperasi salah satu institusi itu tertanggal 19 Juni 2025.
"Kami dan para warga diharuskan membayar sewa sebesar seratus lima puluh juta rupiah per tahun. Harga perpanjangan sewa sangat mencekik kami dan para warga lainnya," katanya.
Baca juga: Ruko bermasalah di Pluit tempati lahan milik Jakpro tanpa izin
Warga lainnya, Robert mengaku heran dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang tertera atas nama Primkopal dan dirinya, namun dirinya yang harus membayar.
"Saya heran kok PBB ada atas nama Primkopal dan saya, tetapi saya yang bayar PBB tiap tahun," katanya.
Namun dari pernyataan petugas BPN Jakarta Utara, Machmur yang ditugaskan di persidangan mengungkapkan, tidak ada yang bertentangan.
"Tidak ada yang bertentangan, kalau memang bertentangan, buktinya keluar SHP," ujarnya.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.