Jakarta (ANTARA) - Pemerintah mempertimbangkan gejolak yang terjadi di Amerika Serikat (AS) dalam menetapkan nilai tukar rupiah sebesar Rp16.500 pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan target nilai tukar itu merupakan batas bawah dari rentang yang ditetapkan pada pembahasan terakhir bersama DPR RI yakni Rp16.500-16.900 per dolar AS.
“Walaupun kalau dilihat hari ini dalam situasi kursnya masih kuat (Rp16.186), rasanya seperti kami mengharapkan yang lemah, tidak. Itu lebih karena secara teknis saat kami membahas dengan DPR, kami mengambil rentang yang paling kuat,” ujar Sri Mulyani dikutip dari Konferensi Pers RAPBN dan Nota Keuangan 2026 di Jakarta, Sabtu.
Dia memaparkan pembahasan asumsi makro untuk RAPBN 2026 sudah dimulai sejak April 2025. Saat itu, perekonomian dunia mengalami tekanan akibat pengumuman tarif resiprokal oleh Presiden AS Donald Trump, yang berdampak pada pelemahan nilai tukar mata uang global.
Baca juga: Sri Mulyani beberkan strategi kejar pertumbuhan 5,4 persen di 2026
Namun, seiring dengan banyaknya manuver Trump yang tak terduga, ketidakpastian nilai tukar justru dialami oleh mata uang dolar AS.
Kondisi itu membuat kurs dolar AS melemah dan nilai tukar mata uang lainnya terdorong menguat.
“Waktu itu rentangnya Rp16.500-Rp16.900, kami menggunakan yang paling bawah,” jelas Sri Mulyani.
Meski begitu, pemerintah akan tetap mengevaluasi dan melakukan penyesuaian seiring dengan pergerakan ekonomi global.
Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Zaenal Abidin
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.