Jakarta (ANTARA) - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menerima sebanyak 45.511 permohonan perlindungan dari para saksi, korban, pelapor, saksi pelaku yang bekerja sama (justice collaborator), maupun ahli selama kurun tahun 2008 hingga 2024.
“Kalau kita hitung sampai 2024, setidaknya ada 45.511 permohonan. Jumlah yang cukup banyak. Khusus tahun 2025, kita menerima sebanyak 8.522 permohonan per Rabu (6/8) malam.,” kata Ketua LPSK Brigadir Jenderal Polisi (Purnawirawan) Achmadi di Jakarta, Kamis.
Menurut Achmadi, jumlah permohonan perlindungan ke LPSK cenderung terus meningkat. Pada tahun 2021, LPSK menerima 1.017 permohonan, kemudian jumlah pada 2022 bertambah menjadi 7.777 permohonan. Sementara itu, permohonan pada tahun 2023 tercatat sejumlah 7.645 dan pada tahun 2024 sejumlah 10.217 permohonan.
Baca juga: LPSK: Restitusi korban TPPO tetap ada meski dana abadi akan dibentuk
Khusus tahun 2025 dengan 8.522 permohonan per Rabu (6/8) malam itu tercatat permohonan dalam tindak pidana pencucian uang menjadi yang paling tinggi, yakni sebanyak 5.558 permohonan, lalu disusul oleh permohonan terkait kekerasan seksual anak (891 permohonan) dan tindak pidana lainnya (734 permohonan).
Terkait program layanan perlindungan, LPSK pada semester I tahun 2025 telah menjalankan 7.121 program, yang didominasi oleh layanan fasilitasi restitusi (3.427), layanan bantuan medis (1.210), dan layanan pemenuhan hak prosedural (992).
“Itu artinya pencari keadilan melalui fungsi perlindungan saksi dan korban terus meningkat. Negara harus hadir, antara lain melalui LPSK, untuk memberikan perlindungan pemenuhan hak-hak saksi [dan] korban dalam proses peradilan pidana,” ucapnya.
LPSK berdiri pada 8 Agustus 2008 melalui Keputusan Presiden Nomor 65/P Tahun 2008. Agustus tahun ini menandai 17 tahun berdirinya lembaga itu. Adapun tema yang diusung LPSK pada ulang tahun kali ini, yaitu “Terdepan Melindungi, Berbakti untuk Negeri”.
Baca juga: Kemendes gandeng LPSK kuatkan perlindungan saksi di desa
LPSK menjadikan momentum ini sebagai refleksi perjalanan lembaga. Menurut Achmadi, peran lembaganya dalam sistem peradilan pidana Indonesia terus mengalami pengembangan, tidak hanya berorientasi pada pelaku, tetapi juga pada kepentingan saksi dan korban.
Selain itu, usia baru juga menjadi momentum strategi LPSK dalam mendorong penguatan perlindungan saksi dan korban dalam sistem peradilan pidana dan pemenuhan hak asasi manusia, demi mewujudkan transformasi layanan akses keadilan yang terjangkau dan substansial.
“17 tahun ini tentu menjadi sebuah momentum penting bagi LPSK untuk melakukan refleksi bagaimana perjalanan 17 tahun ini dan bagaimana arah kebijakan perlindungan, pemulihan pemenuhan hak saksi dan korban tindak pidana di Indonesia,” kata dia.
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.