Jakarta (ANTARA) - Presiden Direktur PT Doo Financial Futures Ariston Tjendra menganggap pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah dipengaruhi pertumbuhan data Institute of Supply Management (ISM) dan S&P Amerika Serikat (AS) per Juli 2025.
“Data ISM dan S&P mengenai sektor jasa atau nonmanufaktur AS bulan Juli yang dirilis semalam, masih memperlihatkan pertumbuhan atau ekspansi,” ujar dia kepada ANTARA di Jakarta, Rabu.
Tercatat, data ISM nonmanufaktur prices sebesar 69,9 dari perkiraan 66,5, ISM nonmanufaktur Purchasing Managers Index (PMI) 50,1 dari dugaan 51,5, S&P Global Services PMI 55,7 dari prediksi 55,2, serta S&P Global Composite PMI 55,1 dari ekspektasi 54,6.
Menurut Ariston, capaian itu menunjukkan resiliensi ekonomi AS terhadap masalah kenaikan tarif AS. “Hasil ini bisa memicu penguatan dolar AS hari ini,” kata dia.
Di sisi lain, rencana pengenaan tarif baru ke sektor lain seperti cip dan obat oleh AS disebut bisa memberikan sentimen, sehingga pasar masuk ke aset aman di dolar AS.
Mengutip Anadolu, Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencana mengenakan tarif pada produk farmasi dengan pungutan yang akan mencapai 250 persen dalam beberapa tahun ke depan untuk mendorong produk domestik. Selain itu, dirinya menyampaikan bakal mengumumkan tarif baru untuk semikonduktor dan cip pada pekan depan.
“Potensi pelemahan rupiah ke arah Rp16.500, dengan potensi 'support' di sekitar Rp16.350 hari ini,” ujar Ariston.
Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan hari Rabu pagi di Jakarta melemah sebesar 1 poin atau 0,01 persen menjadi Rp16.391 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.390 per dolar AS.
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.