
Rencana pemerintah menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) perumahan dinilai akan memberi dampak kepada pertumbuhan ekonomi. Namun, risiko gagal bayar tetap menjadi persoalan yang harus diperhatikan.
Ekonom dari CORE, Yusuf Rendy Manilet, melihat nantinya regulasi KUR harus mencakup mitigasi risiko yang ketat. Hal ini bisa diimplementasikan lewat pendampingan usaha yang berkelanjutan, verifikasi kelayakan proyek, skema cicilan adaptif, serta insentif bagi lembaga penjamin.
“Regulasi yang akan diterbitkan harus cukup rinci namun fleksibel. Hal-hal krusial yang perlu diatur mencakup kriteria penerima, batasan plafon per jenis kegiatan, standar teknis proyek, mekanisme pengawasan, dan integrasi sistem perizinan,” kata Yusuf kepada kumparan, Minggu (27/7).
Yusuf menilai keberadaan KUR ini punya dampak baik bagi pertumbuhan ekonomi. Sebab, KUR menyasar sisi permintaan dan sisi suplai, sehingga berpotensi menciptakan multiplier effect di sektor riil.
Dari sisi suplai, menurutnya, pembiayaan melalui KUR bagi pelaku konstruksi kecil bisa meningkatkan kapasitas produksi, menciptakan lapangan kerja, dan memperluas rantai pasok.
Sementara dari sisi permintaan, keberadaan KUR untuk pembangunan homestay dan ruko dapat memperkuat ekonomi lokal, khususnya di sektor pariwisata dan perdagangan.
“Namun, efektivitasnya sangat tergantung pada besaran alokasi dana, kualitas seleksi UMKM, kesiapan pasar, dan distribusi wilayah penerima manfaat,” ujar Yusuf.

Selaras dengan Yusuf, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga melihat KUR perumahan bisa berdampak signifikan pada pertumbuhan ekonomi, khususnya lewat penguatan konsumsi dan investasi.
Dari sisi suplai, program ini dinilai berpeluang meningkatkan omzet dan cash flow pengusaha UMKM di bidang konstruksi dan material bangunan. Nantinya hal ini bisa memperbesar skala produksi dan investasi.
Sementara dari sisi permintaan, Josua melihat KUR ini bisa mendorong pelaku usaha kecil untuk meningkatkan kualitas aset produktif, meningkatkan nilai properti, dan menciptakan lapangan kerja baru. Hal itu, kata Josua, tentu bisa mendorong konsumsi domestik dan memperkuat daya tahan ekonomi lokal.
Meski begitu, Josua juga memperingatkan bahwa rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) tetap harus menjadi fokus penting. Untuk mengatasi potensi risiko tersebut, Josua menegaskan diperlukan mekanisme mitigasi melalui penguatan regulasi yang detail.
“Mulai dari proses asesmen kredit yang ketat, pendampingan dan pelatihan manajemen keuangan bagi UMKM penerima kredit, hingga sistem monitoring yang ketat pasca pencairan,” ujarnya.
Josua menilai nantinya regulasi harus mencakup detail yang cukup komprehensif seperti kriteria kelayakan peminjam secara transparan, batasan plafon pinjaman yang rasional berdasarkan analisis bisnis peminjam, skema cicilan dan bunga yang fleksibel namun tetap prudent, serta mekanisme evaluasi keberhasilan proyek secara berkala.
Sebelumnya, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait mengatakan regulasi terkait KUR perumahan sudah hampir selesai dan ditargetkan terbit pekan depan.
"Itu sedang kita bahas, ya sudah 90 persen lah. Harusnya (keluar) minggu depan, ya. Minggu depan harusnya bisa. Karena memang kan kami sudah berkomitmen, bulan Juli akhir itu sudah selesai, berarti minggu depan lah," ujar Maruarar yang akrab disapa Ara itu di Kantor Kemenko Perekonomian, Jumat (25/7).
Ara menyebut aturan itu bakal memuat sejumlah poin penting. Mulai dari kriteria penerima, profesi yang bisa mengakses, plafon kredit, bunga, hingga tenor pinjaman. Ia menuturkan kebijakan ini merupakan upaya Presiden Prabowo untuk membuka akses masyarakat terhadap kepemilikan rumah.