Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinkes Tapanuli Tengah (Tapteng) Lisna Panjaitan menuturkan pihaknya siap bila kasus kepala bayi terputus dalam proses persalinan dibawa ke ranah hukum.
Hal tersebut, kata Lisna, dikarenakan pihaknya mempunyai sejumlah dokumen yang telah disetujui oleh keluarga pasien terkait pemberian tindakan.
“Saya sampaikan ke petugas sampaikan kepada saya secara jujur, kalau bersalah kita lihat. Kalau sudah sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur) tidak ada yang perlu dikhawatirkan,” kata Lisna pada Rabu (20/8).
“Kalau pasien melapor ke ranah hukum itu hak mereka tapi kita tinggal persiapkan dokumen berkaitan dengan pasien. Siap (menghadapi bila ada tuntutan) karena dokumen siap,” jelasnya.
Lisna menegaskan, sejak awal pihak puskesmas sudah menyarankan agar pasien dirujuk. Alasannya karena tensi pasien yang cukup tinggi.
Namun, pasien dan suaminya justru menolak dan tetap ingin bersalin di puskesmas.
“Iya (salah paham), keluarganya, suaminya juga ada, cuma kami enggak tahu itu keluarga inti apa enggak,” kata dia.
“Namun keluarga menolak mentah-mentah sampai 4 kali juga petugas kami menyarankan rujuk tetap ditolak. Petugas kami bilang 'Kalau ibu bertahan dirawat berarti kami hanya bisa melakukan keselamatan ke ibu dengan cara pemberian tindakan persalinan yang sesuai dengan asuhan persalinan normal',” kata dia.
Insiden ini terjadi pada Senin (18/8). Pasien datang dengan keluhan ingin melahirkan.
Pasien pun diperiksa. Namun, hasil pemeriksaan menunjukkan tensi pasien cukup tinggi. Selain itu, denyut jantung bayi yang dikandung pasien juga tidak terdengar.
Pasien diminta untuk rujuk ke rumah sakit namun ditolak. Alhasil, puskesmas memberikan surat yang harus ditandatangani dan diberikan tindakan medis.