KPK telah menetapkan Bupati Kolaka Timur (Koltim), Abdul Azis, sebagai tersangka dugaan suap pembangunan peningkatan fasilitas RSUD yang bersumber dari dana alokasi khusus (DAK).
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan kader NasDem itu diduga menerima Rp 1,6 miliar. Aliran dana yang diterima Azis tersebut kini tengah didalami, termasuk ke partainya, NasDem.
"Jadi, ke mana saja uang yang diterima oleh saudara ABZ ini sedang kita dalami. Termasuk juga itu apakah dibelikan properti dan lain-lain, ya, atau juga misalkan ke partai dan lain-lain," ujar Asep dalam jumpa pers, Sabtu (9/8).
Adapun perkara ini terungkap saat KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT). Azis menjadi salah satu pihak yang terjaring operasi senyap itu.
Penangkapan terhadap Azis sempat menjadi polemik. Sebabnya, informasi mengenai Azis terjaring OTT lebih dulu tersebar. Padahal saat kabar tersebar, Azis tengah mengikut Rakernas NasDem.
Asep menegaskan, OTT ini sama sekali tak berkaitan dengan kegiatan NasDem.
"Jadi sesungguhnya tidak atau proses tangkap tangan ini tidak dilakukan pada saat kegiatan itu berlangsung. Jadi dilakukan sebelum kegiatan itu berlangsung," ungkap Asep.
"Jadi tidak ada hubungannya dengan kegiatan dari partai tersebut," tegasnya.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan 5 orang sebagai tersangka. Kelima tersangka itu, yakni:
- Abdul Azis selaku Bupati Kolaka Timur (Kotim);
- Andi Lukman Hakim selaku PIC Kemenkes untuk Pembangunan RSUD;
- Ageng Dermanto selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek pembangunan RSUD di Kotim;
- Deddy Karnady selaku pihak PT Pilar Cerdas Putra (PCP);
- Arif Rahman selaku pihak yang melakukan kerja sama operasi (KSO) dengan PT PCP.
Para tersangka diduga berkongkalikong untuk menunjuk PT PCP guna menjalankan proyek pembangunan peningkatan fasilitas RSUD di Kolaka Timur.
Atas perbuatannya, Azis, Ageng, dan Andi, dijerat sebagai tersangka penerima suap. Mereka diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, Deddy dan Arif ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap. Mereka dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.