REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jakarta mencatat masih ada sekitar 850 kepala keluarga (KK) yang buang air besar sembarangan (BABS). Kondisi tersebut tersebar di sejumlah wilayah kelurahan Provinsi Jakarta.
Wakil Kepala Dinkes Provinsi Jakarta Dwi Oktavia mengatakan, masih ada sembilan kelurahan yang menjadi locus BABS. Sembilan kelurahan itu tersebar di wilayah Jakarta Utara empat lokasi, Jakarta Barat masih dua lokasi, Jakarta Selatan satu lokasi, dan Jakarta Timur dua lokasi.
"Jadi total masih ada sekitar 850 kepala keluarga yang memang masih buang air besar sembarang," kata dia di kawasan Bidara Cina, Jakarta Timur, Senin (28/7/202).
Menurut dia, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta masih terus berupaya untuk mencari solusi untuk mengatasi kondisi tersebut. Beberapa upaya yang terus dilakukan adalah membuatkan MCK dan septic tank komunal ketika ada lahan di lokasi warga yang masih melakukan praktik BABS.
"Jika tidak ada lahan yang cukup luas bisa digunakan, tapi memungkinkan untuk dilakukan pemasangan septic tank di rumah tangga, berarti itu intervensi yang dilakukan," kata dia.
Ia menjelaskan, tempat yang menjadi locus BABS itu mayoritas berada di kawasan permukiman padat. Menurut dia, keberadaan lahan di kawasan itu sangat terbatas, sehingga Pemprov Jakarta sulit untuk melakukan intervensi.
Di hari yang sama itu, Gubernur Jakarta Pramono Anung meresmikan groundbreaking pembangunan Septic Tank Komunal Terintegrasi Teknologi Biogas di Rusunami Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta Timur. Ia menegaskan, Pemprov Jakarta akan terus mendorong percepatan layanan sanitasi layak bagi seluruh warga.
“Persoalan buang air besar sembarangan masih menjadi perhatian serius. Meskipun angkanya relatif rendah dibandingkan daerah lain, kami tetap berkomitmen untuk menuntaskan persoalan ini," kata dia.
Ia juga mengapresiasi kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta dalam mendukung program sanitasi. Dukungan CSR dari berbagai perusahaan, seperti PT JIEP, Transportasi Jakarta, Bank Jakarta, Food Station, serta kerja sama dengan Baznas dan PMI, menjadi kunci dalam percepatan penyediaan sanitasi layak di ibu kota.
Program sanitasi bukan semata pembangunan infrastruktur, tetapi juga mencakup perubahan perilaku masyarakat. Harapannya, melalui program ini, warga tidak lagi melakukan praktik BABS.