Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah menyiapkan skema insentif dan disinsentif untuk mengurangi pencemaran laut akibat sampah darat yang tak tertangani. Pemerintah daerah maupun pihak swasta yang terbukti membuang sampah ke sungai dan laut akan dikenai disinsentif, berupa sanksi fiskal-pengenaan pajak.
Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan KKP Koswara menegaskan pengelolaan sampah darat yang buruk menjadi sumber utama pencemaran laut. Karena itu, KKP akan memantau langsung titik-titik muara sungai sebagai indikator bocornya sampah dari daratan.
"Ini yang akan kita kolaborasikan. Terutama sampah-sampah yang bocor, tidak dikelola di darat. Artinya tidak diselesaikan di TPA (tempat pembuangan akhir), tidak diselesaikan di TPS (tempat pembuangan sampah). Sampah-sampah yang bocor ke sungai itu kita monitor. Monitornya ada di muara sungai," kata Koswara dalam Media Gathering di Jakarta, Jumat (1/8/2025).
Dalam waktu dekat, KKP akan melakukan survei dan penelitian untuk menghitung jumlah sampah yang masuk ke laut melalui sungai, khususnya sungai-sungai yang melintasi kawasan perkotaan, seperti sungai Ciliwung.
"Kita akan lihat, masih ada sampah nggak, misal dari Sungai Ciliwung. Terus kita selidiki sampahnya dari mana. Itu akan kita buatkan penelitiannya, sehingga kita akan buat nanti insentif dan disinsentif," jelasnya.
Dari hasil penelitian itu, KKP akan menelusuri daerah-daerah yang menjadi asal muasal sampah. Jika terbukti menjadi penyumbang besar pencemaran sungai dan laut, daerah tersebut akan dikenai disinsentif.
"Kita lihat ke arah hulunya dari muara sungai itu, daerah mana yang membuang sampahnya banyak. Kabupaten Bandung misalnya. Itu jadi penilaian. Oh di Jawa Barat, ada Bandung, ada mana yang masih membuang sampah ke sungai, itu diberikan disinsentif," ujar Koswara.
Skema insentif dan disinsentif ini akan terintegrasi dengan kebijakan fiskal melalui skema Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Alokasi Umum (DAU), hingga insentif atau pengurangan pajak, baik untuk pemerintah daerah maupun pelaku usaha. KKP akan menggandeng Kementerian Keuangan untuk mengatur skemanya melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) yang relevan.
"Dengan demikian, sampah yang masuk ke 3 kawasan ini menjadi tanggung jawab bersama. Kita lakukan penilaian nasional, mulai dari kesehatan lautnya seperti apa, perubahan lautnya seperti apa, perubahan kawasannya seperti apa. Ini yang menjadi bahan membuatkan insentif ke daerah maupun ke swasta," terang dia.
Bagi pemerintah daerah, lanjutnya, insentif dan disinsentif diberikan dalam bentuk kebijakan fiskal, sementara bagi swasta, bisa berbentuk pajak atau program-program tertentu. Adapun salah satu contoh insentif yang mungkin akan diberikan, berupa pemberian bantuan sarana dan prasarana pengelolaan sampah untuk daerah yang dinilai berhasil, sementara untuk swasta contohnya berupa pemotongan pajak.
"Kalau ke daerah kan mekanismenya fiskal, kalau ke swasta pajak yang dipakai mekanismenya, atau berupa program. Macam-macam nanti yang kita pakai," katanya.
Menurut data KKP, dari total sekitar 50 juta ton sampah yang dihasilkan di darat setiap tahunnya, sekitar 16 juta ton masuk ke laut. Koswara menekankan, jika pengelolaan di darat diperkuat, maka beban sampah di laut bisa ditekan drastis.
"Di darat itu produksi sampah per tahun 50 juta ton, kurang lebih. Yang masuk ke lautnya 16 juta ton. Jadi kalau 50 juta tonnya makin banyak diselesaikan di darat, ke lautnya habis," ungkapnya.
Meski demikian, Koswara mengakui konsep insentif-disinsentif ini masih dalam tahap awal dan tengah dirumuskan.
"Ini belum. Ini kita baru konsep nih. Konsep ini adalah konsep terintegrasi antara sampah, kemudian mekanisme insentif dan disinsentif. Ini baru juga sebulan ini kita keluarkan konsepnya," jelas Koswara.
Sementara itu, Direktur Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil KKP, Ahmad Aris menyampaikan, KKP akan menilai efektivitas pengelolaan sampah di tiga kawasan utama, yakni sungai, pesisir pulau kecil, dan pelabuhan. Penilaian ini akan menyerupai program Adipura dan hasilnya akan diumumkan ke publik.
"Nanti ketahuan nih. Provinsi yang paling kotor sungainya adalah ini. Ini diumumkan. Provinsi yang paling bagus dalam pengolahan sungainya, sampahnya, juga diumumkan," kata Aris dalam kesempatan yang sama.
Berdasarkan penilaian itu, insentif seperti bantuan alat pengolah sampah akan diberikan ke daerah atau pihak swasta yang dinilai berperan aktif. Sebaliknya, bagi yang lalai, sanksi administratif akan diberlakukan.
"Kalau disentifnya, itu nanti diatur oleh Kementerian Keuangan. Itu melalui DAK, DAU, pajak, perizinan, dan sebagainya. Misalnya ada swasta yang tidak mengolah sampahnya dengan baik, izin lingkungannya dicabut," tegas Aris.
Tak hanya itu, KKP juga akan mendorong produsen, khususnya industri plastik, untuk bertanggung jawab terhadap sampah yang dihasilkan hingga ke hilir.
"Produsen plastik-plastik ini harus bertanggung jawab. Nanti diatur di PP kita. Langsung ada tanggung jawabnya di hilir untuk menangani sampahnya," pungkas Aris.
(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article
Potret Gunung Sampah 1.500 Ton di Jakarta Selatan