Pemerintah Kota Yogyakarta mengerahkan 169 tenaga kesehatan, terdiri dari bidan dan perawat, ke seluruh kampung di wilayah kota untuk memperkuat penanganan leptospirosis.
Setiap kampung mendapat satu petugas kesehatan yang ditugaskan memantau kondisi warga sekaligus mengontrol pemakaian obat.
“Kita punya 169 bidan dan perawat yang kita kirim ke kampung-kampung. Karena punya 169 kampung, satu kampung satu petugas kesehatan. Mereka kita tugasi untuk waspada dan sekaligus mengontrol pemakaian obat,” ujar Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, Selasa (15/7).
Hasto memastikan ketersediaan obat leptospirosis di Kota Yogyakarta mencukupi dan tergolong mudah diperoleh. Namun, kehadiran petugas tetap diperlukan untuk mendampingi pasien agar pengobatan tidak terputus.
“Obat leptospirosis itu tidak sulit, mudah. Tapi kalau tidak diingatkan, sering putus obat,” tambahnya.
Meskipun sempat terjadi lonjakan kasus secara epidemiologis, Hasto menyatakan belum menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) untuk leptospirosis di wilayah kota.
“Belum KLB, saya belum membuat status KLB. Terkendali lah,” ujarnya.
Selain penempatan tenaga medis, Pemkot Yogyakarta juga melakukan edukasi kepada warga untuk menjaga kebersihan lingkungan.
“Leptospirosis itu sebenarnya karena rumah kumuh. Makanya saya selain penyuluhan, juga sambil bedah rumah setiap minggu. Kemarin juga dua rumah,” kata Hasto.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan DIY, hingga pekan kedua Juli 2025 terdapat 282 kasus leptospirosis di DIY, dengan 21 kasus di Kota Yogyakarta dan 7 kematian.