KPK tengah mengusut kasus dugaan korupsi pada sejumlah proyek di divisi engineering procurement and construction (EPC) PT Pembangunan Perumahan (Persero) atau PT PP.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan bahwa modus dalam dugaan rasuah perkara ini yakni terkait proyek fiktif yang dikerjakan dan diklaim oleh PT PP untuk mencairkan sejumlah uang.
"Jadi, perkara di PP ini terkait dengan proyek-proyek fiktif yang kemudian dicairkan oleh oknum-oknum di PT PP ini, di mana proyek-proyek tersebut di antaranya dilaksanakan oleh pihak ketiga atau disubkonkan," kata Budi kepada wartawan, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (29/7).
"Di mana dari beberapa proyek tersebut diduga fiktif, jadi tidak ada pengerjaannya. Jadi, hanya keluar invoice atau tagihan yang kemudian itu menjadi dasar untuk melakukan pencairan sejumlah uang sesuai nilai proyeknya," ungkap dia.
Lewat pencairan itu, kata Budi, uang tersebut mengalir ke pihak yang diduga menikmati hasil korupsi tersebut.
"Nah, kemudian dari pencairan itu kemudian mengalir ke pihak-pihak tertentu, di mana dalam perkara ini KPK juga sudah menetapkan beberapa pihak sebagai tersangka yang diduga menerima aliran-aliran dari pencairan proyek fiktif tersebut," tutur Budi.
"KPK masih akan terus mendalami, melacak, dan menelusuri pihak-pihak yang diduga terkait, karena diduga ada beberapa proyek fiktif yang dijalankan dalam modus korupsi ini," imbuhnya.
Budi menyebut, para tersangka yang dijerat dalam perkara ini disangkakan melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 UU Tipikor.
"Ya, jadi kalau kita melihat, ya, PT PP ini kan BUMN, ya, artinya memang di situ ada keuangan negara yang dikelola. Sehingga, dalam perkara ini KPK mengenakan Pasal 2, Pasal 3," ucap dia.
"Karena memang diduga ada kerugian negara yang ditimbulkan dengan adanya pencairan dana atau pencairan anggaran dari proyek-proyek fiktif yang dilakukan, ya, di antaranya oleh para subkon tersebut," pungkasnya.
Dalam penyidikan kasus ini, KPK juga telah melakukan penyitaan uang. Di antaranya yakni uang senilai Rp 62 miliar yang disita pada Januari 2025 lalu.
Uang itu disimpan dalam brankas dan deposito. Rinciannya, uang yang disita dalam bentuk deposito senilai Rp 22 miliar dan uang yang ditemukan dalam brankas sebesar Rp 40 miliar.
Teranyar, lembaga antirasuah juga menyita uang senilai USD 3,5 juta. Akan tetapi, KPK tak membeberkan lebih lanjut terkait waktu penyitaan uang tersebut dilakukan.
Kasus ini diduga terkait dengan dugaan korupsi pada proyek-proyek di Divisi EPC PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tahun 2022 sampai 2023. Diduga karena korupsi yang terjadi negara dirugikan hingga Rp 80 miliar.
Terkait kasus tersebut pula, KPK mencegah dua orang ke luar negeri. Dua orang yang dicegah itu yakni WNI berinisial DM dan HNN. Larangan bepergian ke luar negeri ini sudah disampaikan kepada Imigrasi.
KPK belum merinci konstruksi perkara dugaan korupsi ini. Pihak PT Pembangunan Perumahan (PP) pun belum memberikan keterangan terkait penyidikan KPK.