Regulasi European Union Deforestation-Free Regulation (EUDR) atau Undang-Undang Antideforestrasi yang rencananya mulai diterapkan pada akhir 2025.
Kebijakan ini dikhawatirkan berdampak terhadap ekspor komoditas pertanian Indonesia, khususnya minyak sawit.
Pasalnya, EUDR akan membatasi impor sejumlah komoditas ekspor andalan seperti sawit, kakao, kopi, dan produk kehutanan lainnya.
Pengamat pertanian dari IPB University, Dwi Andreas Santosa, menyatakan secara spesifik EUDR memang menyasar sawit.
Namun demikian, porsi ekspor sawit Indonesia ke Eropa terbilang kecil jika dibandingkan dengan negara tujuan ekspor lainnya.
“Sebenarnya ekspor kita ke Eropa itu kecil. Dan ke Eropa (sawit) itu yang besar, yang paling besar itu ke Belanda. Sebenarnya Belanda itu berapa ya? Belanda itu sekitar 1,9 juta ton ya. Lalu kemudian disusul Spanyol, dan setelah itu Italia,” jelas Dwi Andreas ketika dihubungi kumparan, Kamis (3/7).
Meskipun ekspor ke Eropa tidak terlalu besar, kata Andreas, isu penerapan UU ini tetap perlu direspons serius agar tidak menjadi alat penghambat perdagangan antar negara.
Untuk menjaga kinerja ekspor, menurut Dwi, Indonesia perlu segera mengalihkan fokus ke pasar alternatif seperti India, Tiongkok, dan Pakistan, yang saat ini menjadi tiga tujuan utama ekspor sawit Indonesia dan belum menerapkan regulasi ketat seperti EUDR.
“Misalnya Amerika Serikat, yang belum menerapkan peraturan (tarif dagang), nah secara cepat untuk meningkatkan ekspor ke Amerika Serikat, lalu ekspor ke negara-negara tetangga di ASEAN. Itu sehingga perlu upaya (kita) untuk mencari pasar lain,” katanya.
Sementara itu, terkait komoditas lain seperti kopi dan kakao, Dwi menilai dampaknya tidak akan sebesar sawit.
Menurut dia, karena nilai ekspor dan volume perdagangan kopi dan kakao relatif lebih kecil dibandingkan sawit, maka pengaruh regulasi tersebut ke kedua komoditas itu tidak akan besar.
Terkait langkah yang bisa diambil pemerintah, Dwi menyarankan agar Indonesia membawa isu EUDR ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) sebagai bentuk keberatan terhadap kebijakan yang dinilai merugikan negara.
Di sisi lain, pendekatan bilateral juga dinilai penting, khususnya dengan negara-negara Eropa yang menjadi tujuan utama ekspor sawit RI.
“Kita punya hubungan yang dekat dengan Belanda. Dan Belanda kan bisa nggak nurut dari itu. Karena dia tidak menurunkan impor minyak sawit dari Indonesia,” jelasnya.
Adapun, EUDR merupakan regulasi pertama di dunia yang bertujuan menghapus kontribusi Uni Eropa terhadap deforestasi global. Regulasi ini menargetkan produk agriculture dan kehutanan seperti kedelai, daging, sawit, kakao, kopi, hingga kayu.
Negara-negara dengan risiko rendah deforestasi seperti sesama anggota Uni Eropa, Tiongkok, dan Amerika Serikat akan mendapatkan pengecualian dari kewajiban pelacakan asal produk dan cukai ketat. Indonesia belum masuk dalam kategori tersebut.