
GAS elpiji 3 kilogram yang seharusnya menjadi hak warga miskin, justru dinikmati oleh para ASN dan pemilik rumah makan di Kabupaten Tapanuli Utara (Taput), Sumatra Utara. Akibatnya, harga gas tersebut melambung hingga menyentuh angka Rp22.000 per tabung, jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Pantauan di lapangan menunjukkan gas bersubsidi yang seharusnya dijual Rp18.000 per tabung kini diperdagangkan bebas di warung-warung dengan harga bervariasi, antara Rp20.000 hingga Rp22.000. Kondisi ini jelas memukul masyarakat kecil yang sangat bergantung pada gas bersubsidi.
“Saya beli gas sudah Rp22 ribu sekarang. Padahal ini subsidi. Tapi malah dipakai pegawai negeri dan rumah makan. Di mana letak keadilannya?” tegas Harto Panggabean, warga Tarutung, Kamis (31/7).
Senada, E. Simanjuntak, 45, menyebutkan hampir semua warung di Tarutung menjual gas 3 kg dengan harga melampaui HET. Ia meminta pemerintah daerah tidak tinggal diam.
“Kami rakyat kecil sangat dirugikan. Gas ini seharusnya untuk kami, bukan untuk orang yang sudah mampu. Pemerintah harus turun tangan mengawasi distribusi ini,” ujarnya.
Menanggapi keluhan warga, Kepala Bagian Perekonomian Setdakab Taput, Tutur Simanjuntak, mengakui bahwa HET elpiji 3 kg di wilayahnya ditetapkan sebesar Rp18.000 per tabung. Ia memastikan pihaknya akan menindaklanjuti temuan di lapangan.
“Kami akan evaluasi dan koordinasi dengan agen serta pangkalan agar distribusi kembali tepat sasaran,” tegasnya.
Kondisi ini menjadi sorotan serius, mengingat subsidi pemerintah untuk elpiji 3 kg bertujuan membantu masyarakat miskin. Jika penyaluran bocor dan tidak dikendalikan, maka bukan hanya terjadi kelangkaan, tapi juga memunculkan ketidakadilan sosial. (JH/E-4)