
MANTAN penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Praswad Nugraha menegaskan Presiden RI Prabowo Subianto dinilai telah melakukan perbuatan tercela dengan memberikan amnesti kepada terpidana koruptor Hasto Kristiyanto.
"Menyelesaikan perkara korupsi Hasto Kristiyanto melalu jalur amnesti masuk dalam kategori impunitas, menggunakan amnesti sebagai hak kekuasaan konstitusional yang melekat pada presiden untuk melindungi koruptor. Tindakan ini masuk dalam kategori penyelundupan konstitusi, Amnesti seolah-olah secara prosedural telah sesuai dengan pasal 14 ayat 2 UUD 1945, dengan meminta persetujuan DPR dan dilaksanakan bersamaan dengan pemberian amnesti kepada 1.116 terpidana lainnya. Namun substansinya justru menggunakan amnesti untuk membebaskan koruptor," kata Praswad kepada Media Indonesia, Jumat (1/8).
"Jika hal ini dibiarkan, kekhawatiran kami Presiden Prabowo rentan dituduh telah melakukan perbuatan tercela sebagaimana diatur dalam Pasal 7A UUD 1945. Hal ini merupakan pelanggaran serius atas sumpah jabatan Presiden di dalam konstitusi," sambung Praswad yang juga mantan Ketua IM57+ Institute.
Ia menegaskan, situasi ini merupakan pukulan yang sangat keras terhadap upaya pemberantasan korupsi, dan sayangnya dilakukan oleh tangan Presiden Prabowo sendiri.
"Upaya presiden untuk merangkul oposisi untuk bergabung dalam koalisi pemerintahan tidak boleh dengan menghalalkan segala cara, apalagi dengan cara membunuh pemberantasan korupsi. Presiden harus membatalkan Kepres Amnesti untuk koruptor. Jangan sampai hal ini menjadi preseden baru bagi para koruptor, sebesar apapun korupsinya, setelah divonis bersalah, nanti bisa menggunakan mekanisme amnesti dari presiden agar lolos dari hukuman. Ini akan menjadi preseden buruk yang membuat koruptor akan terdorong menyelesaikan segala persoalan melalui mekanisme politik," ungkapnya.
Menurutnya, amnesti kepada koruptor ini tidak hanya mencederai rasa keadilan di tengah masyarakat. Khusus untuk perkara Hasto Kristiyanto harus dijawab pula pertanyaan lanjutan, lalu bagaimana keadilan bagi terpidana-terpidana lainnya yang sudah menjalani vonis hukuman seperti Wahyu Setiawan, Agustiani Tio, Saeful Bahri, dan lain-lain.
"Bagaimana juga dengan status buronan Harun Masiku, apakah harus dihapus juga? Pertanyaan-pertanyaan ini harus dijawab oleh Presiden jika benar akan menggunakan mekanisme amnesti untuk menyelesaikan perkara korupsi," tukas Praswad.
TUDUHAN SERIUS
Ia juga mengungkapkan, menggunakan metode rekonsiliasi politik melalui mekanisme amnesti terhadap perkara korupsi Hasto Kristiyanto adalah sebuah tuduhan serius dari Presiden Prabowo bahwa KPK sudah menjadi alat politik dan tidak lagi melaksanakan proses penegakan hukum secara prudent. Hal ini dapat mendelegitimasi kepercayaan publik terhadap KPK dan semakin menjauhkan harapan rakyat terhadap keseriusan pemerintah dalam memberantas korupsi.
Tindakan presiden ini, kata Praswad, seolah olah mengkonfirmasi bahwa benar perkara Hasto adalah perkara politik dan bukan perkara tindak pidana korupsi, sehingga harus diselesaikan melalui jalur politik yang secara konstitusional disediakan mekanismenya yaitu amnesti. Perlu diingat, perkara tindak pidana korupsi Harun Masiku dan Hasto Kristiyanto ini sudah berjalan selama 5 tahun dan sudah diintervensi sedemikian rupa bahkan sejak malam operasi tangkap tangan di PTIK pada 8 Januari 2020.
"Ada upaya kriminalisasi kepada tim pelaksana operasi di lapangan, bahkan berakhir dengan pemecatan terhadap para penyidik dan penyelidik (KPK) yang melaksanakan OTT. Saya pribadi terlibat dalam surat perintah pengejaran buronan Harun Masiku ke beberapa negara di Asia Tenggara. Harapan kami Presiden Prabowo selaku Panglima Tertinggi pemberantasan korupsi di Indonesia dapat melihat situasi ini dengan lebih jernih dan bisa menyelamatkan indonesia agar tidak terperosok lebih dalam di jurang korupsi," ungkap Praswad.
"Jika benar amnesti ini dapat terlaksana, maka hal ini membuktikan bahwa benar perkara Harun Masiku dan Hasto Kristiyanto ini diintervensi oleh politik mulai dari hulu ke hilir, sejak dari malam penangkapan sampai dengan vonis putusan pemidanaan," tandas Praswad.(E-2)