TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Mahasiswa Justicia, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada menyusun catatan kritis terkait penolakan terhadap revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP. Catatan kritis setebal 29 halaman itu berisi sejumlah pasal bermasalah yang berpotensi menjauhi supremasi sipil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wakil Ketua Bidang Pergerakan Dewan Mahasiswa Justicia Markus Togar Wijaya mengatakan sikap penolakan terhadap revisi KUHAP ini dilakukan setelah digelar konsolidasi insentif dengan berbagai organisasi perwakilan mahasiswa. Selain UGM, BEM Fakultas Hukum dari Universitas Diponegoro, Universitas Padjajaran, Universitas Airlangga, dan Universitas Indonesia turut menentang revisi KUHAP yang dibahas Dewan Perwakilan Rakyat serta pemerintah.
Konsolidasi BEM Fakultas Hukum dari lima kampus berlangsung sejak dua bulan lalu. Catatan kritis yang dibuat juga turut melibatkan Herlambang Wiratraman, dosen Fakultas Hukum UGM.
Selain berkonsultasi dengan akademisi, Dewan Mahasiswa Justicia juga bertemu dengan beberapa korban salah tangkap aparat. "Catatan kritis muncul setelah mendengar suara korban," kata Markus pada Jumat, 25 Juli 2025.
Pengumpulan keterangan dari penyintas ini turut menjadi fokus tugas BEM Fakultas Hukum yang menolak RKUHAP. Tugas ini secara khusus dilakukan oleh BEM Fakultas Hukum UI. Sedangkan empat BEM Fakultas Hukum dari kampus lain berperan lain.
"Dewan Mahasiswa Justicia bertugas menyusun kajian dan menyebarkan ke media sosial," katanya.
Menurut Markus, kampanye digital terhadap penolakan revisi KUHAP dilakukan agar publik lebih terpapar informasi dan memahami subtansinya. Dia menyoroti ihwal pasal yang memberi kewenangan kepada aparat TNI menjadi penyidik tindak pidana umum dalam RKUHAP ini.
Menurut dia, pasal itu bermasalah dan menjauhi supremasi sipil. Apalagi, ujar dia, penyusunan naskah akademik RKUHAP ini minim pelibatan masyarakat sipil. "Pelibatan masyarakat hanya bersifat formalitas," ujarnya.
Tak hanya menyusun catatan kritis untuk menentang revisi KUHAP, mereka juga akan menyiapkan sejumlah aksi demonstrasi gerakan mahasiswa. Hal ini akan dilakukan bersama BEM Fakultas Hukum dari kampus lainnya.
Kritik terhadap penyusunan revisi KUHAP juga dilakukan oleh koalisi masyarakat sipil. Koalisi menilai revisi KUHAP masih minim partisipasi publik, dilakukan secara tergesa-gesa, hingga masih memuat sejumlah pasal bermasalah.
Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan naskah RUU KUHAP masih berpotensi berubah sebelum disidangkan di paripurna. Dia mengklaim masih terus menerima aspirasi masyarakat tentang RUU KUHAP sebelum sidang paripurna pengesahan RUU KUHAP digelar.
“Sahnya undang-undang kan di paripurna. Selama janur kuning paripurna belum diketuk, kami masih bisa menerima masukan,” ujar Habiburokhman di Kompleks Parlemen Senayan pada Senin, 14 Juli 2025.